Dongeng dan Ajaran
Kita punya banyak dongeng. Yang paling akrab dengan kita mungkin dongeng
“Kancil dan Buaya”, atau “Kancil Mencuri Timun”. Atau, “Malin Kundang”.
Apa arti dongeng bagi kita? Fungsi utamanya, cerita pengantar
tidur. Zaman dulu dongeng diceritakan secara lisan, anak yang
mendengarnya rileks sambil berbaring, merasa nyaman dalam belaian orang
tua, lalu tertidur. Dongeng bisa juga jadi hiburan. Diceritakan untuk
didengar, yang mendengar merasa terhibur.
Tapi dongeng juga bisa
dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan. Dalam cerita Malin
Kundang, misalnya, terdapat pesan kebaikan untuk tidak durhaka pada
orang tua. Dalam cerita wayang ada banyak falsafah kehidupan.
Tapi
dongeng tetaplah dongeng. Artinya, kita bisa mengambil pelajaran dari
dongeng, tapi tetap harus sadar bahwa dongeng bukanlah kenyataan. Ambil
pelajaran dari situ, intisarinya saja. Jangan sampai terjebak untuk
fokus pada setiap detil dalam dongeng itu. Kalau itu terjadi, Anda akan
hidup dalam delusi negeri dongeng.
Sayangnya banyak orang yang
terjebak seperti itu. Mereka mengira dongeng itu nyata, dan mencoba
menghadirkannya secara nyata dalam kehidupan.
Bayangkan kalau ada orang yang percaya bahwa ia harus berpakain seperti Rama dan Shinta, ke mana-mana naik kuda, belanja pakai uang emas, senjatanya pakai pedang dan panah, dan seterusnya. Sebenarnya sih, kalau dia mau begitu ya silakan saja. Yang repot adalah kalau dia menganggap orang lain harus begitu, kalau tidak akan terjadi bencana. Karena dia takut kena bencana, dia mulai memaksa orang lain untuk hidup seperti dia. Nah, repot itu. Bukan hanya repot, berbahaya!