Apakah Saya Anak Durhaka?
 

Ada yang mengeluh soal ibunya yang banyak menuntut. Anaknya sudah membelikan kebun, membuatkan rumah sederhana, yang cukup untuk menghidupi sang ibu, tapi dia masih terus menuntut hal-hal lain. Masih terus minta macam-macam. Ia juga mencoba mengatur hidup anaknya. Ia mau semua keinginan dia dituruti. Kalau tidak, anak diancam dengan "pasal" durhaka.
 
Dari mana asal konsep durhaka itu? Definisinya tak pernah jelas, suka-suka para orang tua saja. Setiap ada keinginan orang tua yang tak diwujudkan oleh anak, maka anak otomatis terancam durhaka. Tak pernah ditetapkan batas soal kepatutan tuntutan orang tua. Pokoknya harus dipenuhi.
 
Bagi saya itu konsep yang konyol. Anak harus berbuat baik, menyantuni orang tua, itu betul. Bila orang tua kita sudah tidak lagi produktif, wajar saja bila kita dituntut untuk menyantuninya. Lha, kalau bukan kita, siapa lagi? Tapi ingat, yang wajib kita lakukan adalah memenuhi kebutuhan mereka. Perhatikan, yang wajib adalah memenuhi kebutuhan, bukan keinginan mereka. Kebutuhan itu jelas batasannya. Sedangkan keinginan, bisa tak terbatas.
 
Sama saja, ketika kita kecil dulu, tugas orang tua adalah memenuhi kebutuhan kita, bukan keinginan kita. Kepada siapa pun, anak-anak maupun orang dewasa, menuruti semua keinginan itu bukanlah kebaikan. Menuntut seseorang untuk memenuhi segenap keinginan adalah eksploitasi.
 
Tidak perlu takut untuk membantah orang tua yang eksploitatif. Bantah saja, berikan pengertian secara baik-baik. Jangan larut dalam rajukan mereka, lalu Anda menuruti semua keinginan mereka. Jangan pula sampai melalaikan kewajiban menafkahi anak istri demi menuruti kemauan orang tua.
 

Copyright © 2011 - 2023 | isme1989